Catatan Kecil Akmal
Salam Untuk Negeri
Kamis, 19 Mei 2016
Minggu, 28 Juni 2015
Kampung Oboh dan Misteri Hamzah Fansuri
![]() |
Pemandangan sungai di Runding ( dokpri ) |
Kampung
kecil nan terpencil itu bernama Oboh, merupakan sebuah desa yang termasuk dalam
wilayah Kecamatan Runding Kota Subulussalam.
Lima Belas Kilometer jaraknya dari pusat kota Subulussalam. Untuk sampai dikampung ini kita mesti melewati
Runding terlebih dahulu, yaitu sebuah pusat kecamatan.
Bagi
saya, kunjungan ini merupakan untuk kedua kalinya dilakukan. Kunjungan pertama
saya adalah 14 tahun yang lalu , yaitu pada tahun 2001 saat datang bersama
rombongan peserta Seminar Menyelusuri
Jejak Hamzah Fansuri dari Banda Aceh, yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
Aceh Singkil bersama Fakultas Adan UIN Ar raniry Banda Aceh. Seminar ini di
buka oleh Wapres dimasa itu, yakni Bapak Hamzah Haz.
Sekilas
tak ada yang istimewa dengan kampung ini, sebuah pelosok dengan akses jalan yang
belum begitu baik. Sepanjang perjalanan kita akan melewati perkebunan warga
yang sepi dan lengang. Ada rasa-rasa takut dan was was saat melintas dijalan
ini, apalagi perjalanan ini saya lakukan sendiri. Sepanjang perjalanan saya
tidak menemukan seorang pun anak manusia yang melintas. Awalnya saya ragu-ragu
dan berniat untuk kembali, tapi rasanya perjalanan ini sudah jauh saya tempuh
dan bahkan sudah lama niat terpendam untuk datang kemari, dan tentu saya tak
ingin perjalanan ini terancam gagal hanya karena ketakutan-ketakutan kecilku.
Jika tidak karena jasad tokoh besar itu yang “bersemayam” di Kampung ini
mungkin aku sudah memacu jalan untuk kembali.
![]() |
Jalan yang membelah semak dan perkebunan (dokpri ) |
Satu-satunya
alasan orang luar berkunjung kemari adalah karena tokoh besar yang saya
sebutkan pada paragraf diatas, di Desa ini tersimpan kekayaan sejarah yang tak ternilai
yaitu salah satu Ulama Sufi terbesar dikerajaan Aceh Darussalam dahulu, yang
telah menggucang dunia dengan karya sastra besarnya terkubur disini yaitu Syeh Hamzah Fansuri.
Dulu
saat pertama mengunjungi kampung ini, akses jalan darat yang saya lalui ini
belum berwujud. Satu satunya akses warga setempat menuju kota Kecamatan, yaitu
melalui sungai. Mereka mengendarai
sampan motor yang mereka juluki dengan nama “robin”.
Sejak
dimekarkannya Kota Subulussalam dari Kabupaten induknya Aceh Singkil,
pembangunan sudah mulai menyentuh daerah-daerah pelosok ini , yang sebagian
besar berada pada aliran sungai, yakni sungai Soraya yang lebar dan mengalir
deras. Setelah melewati jalan sekira 4 km melewati semak dan hutan sampailah
kekampung ini, sebuah kampung kecil yang berada dibibir sungai.
![]() |
Sebuah dermaga perahu dibibir sungai (dokpri) |
![]() |
Gerbang Masuk ke komplek makam (dokpri) |
Tidak
jauh dari pinggir jalan desa kita akan menemukan sebuah komplek pemakaman.
Dikomplek ini sudah ada beberapa bangunan yang sudah didirikan oleh pemda
setempat seperti Mushalla dan balai peristirahatan. Ditengah tengah komplek ini
berdiri sebuah bangunan utama dimana jasad Sang Ulama besar Hamzah Fansuri
bersemayam. Meskipun jasad yang sebenarnya dimana terkubur masih diliputi
misteri, dan para ahli sejarah belum mengetahuinya pasti, masyarakat setempat
tetap yakin dan percaya di kampung kecil nan terpencil inilah Ulama Sufi
terbesar nusantara ini beristirahat dengan damai.
Harus
diakui, bahwa Hamzah Fansuri, karya-karnya bukan hanya dikenang pada zamannya
tetapi terus menjadi bahan kajian para ilmuan diperguruan sampai saat ini. Nama
Hamzah Fansuri masuk ke dalam pemikir yang tidak hanya berhasil di dalam dunia
tasawwuf, tetapi juga di dalam dunia sastra. Bahkan Prof Dr. Naguib Alatas
dalam bukunya “The Mysticcism of Hamzah Fansuri” mengatakan bahwa
Hamzah Fansuri adalah Pujangga Melayu terbesar dalam abad XVII, penyair Sufi
yang tidak ada taranya pada zaman itu. Hamzah Fansuri adalah “Jalaluddin
Rumi”-nya kepulauan Nusantara. Bahkan, menurut Naguib, Hamzah Fansuri adalah
pencipta bentuk pantun pertama dalam bahasa Melayu.
![]() |
Beberapa bangunan dalam komplek (dokpri ) |
![]() |
Bangunan tempat makam Hamzah Fansuri |
Ternyata
disini saya menemukan ramai peziarah yang sudah berdatangan, ada rombongan anak
muda yang berkelompok kecil dan ada juga rombongan besar yang terdiri dari
segala umur, lelaki dan perempuan. Sepertinya mereka adalah rombongan sebuah
keluarga besar yang sedang berziarah sekaligus memenuhi “hajat” ( Nazar )
dengan melakukan doa bersama sekaligus melaksanakan kenduri.
Setelah
berkeliling sekedarnya, saya pun berpamit kepada warga setempat untuk kembali.
Sepanjang perjalanan ini aku diselimuti rasa takjub, haru dan entah rasa apa
lagi tentang tokoh ini. Jika benar jasad penyair sufi itu terkubur disini, sungguh
hanya kesederhanaan sajalah yang kita temukan ditempat ini, walaupun saya tahu nama
besarnya telah menghiasi beribu ribu lembaran buku yang mengulas karya nya dari
zaman ke zaman. Dari Kampung Oboh, seribu misteri tentang Hamzah Fansuri belum
semuanya terpecahkan.
![]() |
Makam yang berada di komplek (dokpri) |
![]() |
Peziarah ( dokpri ) |
Sabtu, 06 Juni 2015
Tapak Tuan Kota Legenda
![]() |
Sumber Foto : http://meukeunong.blogspot.com |
Tapaktuan
adalah kota kecil yang berada dibibir pantai Samudera Hindia, sekaligus
berkedudukan sebagai pusat pemerintahan kabupaten Aceh Selatan. Sebagai kota
pantai, Tapaktuan memiliki panorama laut yang mengagumkan keindahannya,
terutama teluk teluknya yang tenang dan biru, sehingga tidak berlebihan kota
kecil ini juga dijuluki dengan nama lain yaitu Taluak . Taluak berasal dari bahasa Aneuk Jamee , yakni
salah satu suku yang mendiami Aceh Selatan dan memiliki pertautan muasal dari
Ranah Minang. Populasi Suku Aneuk
Jamee ini tersebar di pesisir Aceh Selatan meliputi Kecamatan
Tapaktuan, Sama Dua, Labuhan Haji dan sebagian Kluet Selatan.
Nama
Tapaktuan memiliki legenda tersendiri yang hidup dalam masyarakat secara turun
temurun, yakni dikisahkan terjadinya pertarungan sepasang naga dengan seorang
petapa yang dikenal dengan Tuan Tapa yang memiliki kesaktian. Perseteruan
dengan sepasang naga ini awalnya dipicu karena sang petapa ini terusik dalam
keheningan pertapaannya saat terjadi perkelahian hebat sepasang naga dengan
seorang raja dari Kerajaan Asranaloka yang mau mengambil kembali puterinya yang
hanyut dilaut sejak bayi, dan saat itu sudah lama ditawan dan dipelihara oleh
sepasang naga.
Tuan
Tapa yang terusik saat sedang bertapa segera melerai perkelahian sepasang naga
dengan raja dari Kerajaan Asralanoka tersebut. Tuan Tapa meminta sepasang naga
untuk mengembalikan sang gadis kepada orang tuanya. Akan tetapi, kedua naga
tersebut menolak dan malah menantang Tuan Tapa untuk bertarung. Terjadilah
perkelahian di laut dimana kedua naga kalah oleh Tuan Tapa dan gadis pun
dikembalikan kepada orang tuanya. Gadis tersebut kemudian mendapat julukan sebagai
‘Putri Naga’ dan kembali bersama orang tuanya tetapi mereka tidak kembali ke
Kerajaan Asralanoka melainkan memilih menetap di pesisirnya, sehinga dari
legenda ini Tapaktuan juga dijuluki sebagai Kota
Naga. Sementara sepasang naga kembali ke sebuah negeri yang jauh
dan Tuan Tapa meninggal di usia tuanya.
Ada
banyak pilihan tempat wisata alam di Tapaktuan, mulai dari wisata bahari dimana
kita dapat menikmati teluk-teluk yang biru dan bersih, sampai wisata air terjun
dan mata air yang indah dan sejuk, seperti Air Terjun Air Dingin di Sama Dua,
Air Terjun Tingkat Tujuh di Batu Itam dan pemandian alam di mata air Panjupian.
Selain
Wisata alam tersebut di atas, bagi wisatawan dapat juga berkunjung ke situs
legenda Tapaktuan seperti tapak kaki Tuan Tapa yang berada di tepi pantai dan
di bawah tebing Gunung Lampu, atau ke sebuah makam tua yang konon terkubur
jasad Tuan Tapa yang melegenda itu di dekat sebuah mesjid tertua di Tapaktuan
yaitu Mesjid Tuo
yang berada di tengah-tengah kota.
Kota
Tapaktuan dapat dijangkau lewat jalan darat dan udara dari Medan dan Banda
Aceh. Lewat jalan darat ada beberapa pilihan Bus Umum sejenis L300 yang
melayani trayek Tapaktuan-Medan dan Tapaktuan-Banda Aceh, atau bisa juga
menggunakan jasa mobil carteran sejenis Kijang Kapsul, Kijang Innova dan
lain-lain. Lewat jalur udara juga ada Pesawat berbadan kecil yang
mendarat di Bandara Cut Ali di Pasie Raja, sekira 20 km dari kota yang juga
melayani dua rute yaitu Banda Aceh-Tapaktuan dan Medan- Tapaktuan sekali
mendarat dalam satu pekan. Sementara itu lewat jalur laut, belum ada trayek
kapal yang melayani penumpang, kecuali hanya kapal barang yang biasa mengangkut
semen berlabuh di pelabuhan Tapaktuan.
![]() | |
Panorama Pantai Putih di Air Dingin ( Dok. Pribadi ) |
![]() |
Pelabuhan Tapaktuan (Dok. Pribadi ) |
![]() |
Kolam pemandian di Desa Panjupian ( Dok. Pribadi ) |
![]() |
Suasana di pelabuhan Tapaktuan di sore hari ramai dikunjungi warga ( Dok. Pribadi ) |
Pesona Lhok Jamin
Kampung dipinggir Samudera
Indonesia itu menyimpan pesonanya tersendiri. Kekayaan baharinya adalah urat
nadi yang menjadi sumber ekonomi penduduk . sebagai kampung nelayan, laut
adalah ladang kehidupan dan masa depan kampung ini.
Lhok Jamin secara
administratif berada dalam wilayah Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh
Selatan. Tak sulit menemukan perkampungan ini karena berada dilintasan jalan raya Tapaktuan-Medan.
Sebagai perkampungan yang
berada dipinggir pantai, Lhok Jamin memiliki panoraama alam yang cantik dan
menawan. Lautnya biru dan berpasir putih.
Selain penghasil ikan
segar, kampung ini juga penghasil ternak kerbau. Ternak ternak kerbau ini bisa kita
saksikan bergerombolan sedang merumput dilapangan luas nan hijau dipinggir
laut. Bahkan kandang-kandang ternak ini juga tak jauh dari bibir pantai.
Ujung Pulo
Sejenak ku berhenti disini
Melepas lelah dibadan
Sembari melepas pandang
Ketengah samudera
Mendengarkan ombak
Langganan:
Postingan (Atom)